[FREELANCE] GOLDEN WIZARD / Part-3

Title : GOLDEN WIZARD / Part-3

Author : Miev

 Genre : Crime, Detectif, Action, Romance

 Rating : PG-15

 Main Cast :

» Kim Jaejoong  DBSK

» Shim Changmin  DBSK

» Lee Joon  MBLAQ

» Park Jungsoo (Leeteuk) SUJU

» Lee Donghae  SUJU

» Min Sung Rin  (OC)

» Kim Ha Neul  (OC)

» Choi Myung Ah  (OC)

» Lee Yoo Won  (OC)

Supporting Cast :

» Park Hyun Chul (Karam) DN-A

» Choi Siwon SUJU

» Choi Seung Hyun (TOP) Big Bang

» Lee Junho 2PM

Disclaimer : Author hanya ber-hak atas isi cerita dan OC. Selain itu semua cast resmi milik Sang Pencipta ^^v. Cerita ini bener-bener muncul dari imajinasi author,, dengan bantuan inspirasi dari komik ‘Detective Conan’ dan film ‘New Police Story’.

A/N : FF ini pernah aku post di note FB dengan judul yg sama.

Sementara Jaejoong, Joon, dan Changmin berunding didalam basement, Ha Neul yang baru saja keluar dari kamarnya kini mengelilingi rumah mencari Jaejoong untuk menanyakan sesuatu. Ha Neul sudah mencari oppanya itu dikamarnya, tapi ia tidak bertemu dengannya. Ruang tv, dapur, ruang baca, dan di ruangan2 lain Ha neul juga tidak melihat Jaejoong. Bahkan kedua namja yang merupakan sahabat Jaejoong yang tinggal bersama mereka juga tidak terlihat batang hidungnya.

“Apa mungkin mereka keluar? tapi mereka tidak berpamitan padaku, bahkan pintu rumah terkunci dari dalam, jadi tidak mungkin mereka keluar rumah. Tapi dimana mereka sekarang??” Ha Neul berbicara pada dirinya sendiri.

 

“OPPA!!!” teriaknya sembari terus menengok disetiap ruangan. “Aish, susah juga mencari orang dirumah sebesar ini” keluhnya. Orang tuanya yang merupakan pemilik perusahaan elektronik ternama di Jepang tidak menutup kemungkinan untuk mendirikan sebuah rumah besar layaknya istana seperti tempat tinggalnya saat ini. Ha Neul menikmati keadaannya, tapi ia juga merasa sedikit menyesal tinggal dirumah sebesar itu saat kesulitan mencari seseorang seperti sekarang.

 

“Ah~ kalau tidak salah ada sebuah ruangan dibawah ruang baca. Mungkin saja mereka disana” dengan sebuah senyum tipis Ha Neul berjalan cepat, lebih tepatnya berlari kearah ruang baca yang terletak disamping ruang keluarga. Ha Neul masih ingat dibawah ruangan itu ada sebuah ruangan bawah tanah yang sengaja dibuat oleh ayahnya untuk sekedar menenangkan diri. Namun kini Ha Neul tidak mengetahui fungsi baru yang dimiliki ruangan itu.

 

“Tapi aku lupa cara membukanya” Ha Neul menatap sebuah rak buku tinggi yang ada disalah satu sisi ruangan. Rak buku itu diyakininya sebagai pintu masuk ke ruangan bawah tanah yang disebutnya basement. “Ah, dengan lukisan ini” ucap Ha Neul yang beralih menatap sebuah lukisan yang tergantung disamping kanan rak buku itu. Dengan sedikit ragu, Ha Neul memutar lukisan itu sedikit kekanan dan… seperti dugaannya, SRREEKKK!!!  rak buku itu berputar dan memunculkan sebuah pintu menuju sebuah ruangan didalamnya.

 

Antara yakin dan tidak, Ha Neul melangkahkan kakinya memasuki ruangan itu. Namun belum sampai benar-benar menginjakkan kakinya sebuah suara mengurungkan niatnya.

“Ha Neul-a, sedang apa disini??” tegur seseorang yang memang sedang dicarinya.

“Ah~ oppa, aku mencari oppa” jawabnya sembari kembali memutar lukisan tersebut ke posisi semula hingga rak buku itupun ikut menutup.

 

“Mencariku?? wae??” tanya Jaejoong yang kini mendekatinya.

“Aku ingin menanyakan sesuatu. Aku,,, aish, aku lupa harus tanya apa” kata Ha Neul sembari menepuk dahinya. Membuat Jaejoong tertawa dengan tingkahnya.

“Sudahlah! sudah malam, sebaiknya kau tidur”

“Ne…” Ha Neul beranjak dari tempatnya, namun ia kembali memutar tubuhnya menghadap Jaejoong sebelum ia benar-benar meninggalkan ruangan itu.

 

“Oya, Oppa… ruangan rahasia itu… apa masih digunakan??” tanyanya sembari menunjuk rak buku yang tadi sempat terbuka.

“Ani, ruangan itu kosong sekarang. Oppa tidak pernah masuk kesana lagi” Jaejoong menjawabnya dengan tersenyum. Ha Neul mengangguk mengerti. namun dalam kepalanya, ia sedikit tidak percaya dengan ucapan Jaejoong, karena saat pintu itu terbuka Ha Neul bisa melihat seberkas cahaya yang seakan menyinari dari kejauhan.

 

 

Pagi itu dalam kelas melukis yang masih sepi, Ha Neul tengah sibuk berkutat dengan kanvas dihadapannya dan beberapa cat minyak dimeja disampingnya. Tangannya dengan cekatan menggoreskan cat minyak diatas kanvas dengan kuas ditangannya. Sesekali ia berhenti dan tersenyum tipis melihat hasil lukisannya yang baru separuh jadi.

“Kau melukis serius sekali. Apa tidak bosan??” pertanyaan itu membuat Ha Neul memecah konsentrasinya dan menoleh kearah pintu. Seorang namja berwajah imut berdiri disana, tersenyum menatapnya.

 

“Hyun Chul-ssi, kau kenapa ada disini??” Ha Neul balik bertanya. Namja manis jurusan music modern itu tidak biasanya berada ditempat itu. Biasanya ia lebih memilih bermain basket bersama chingudeulnya.

“Aku melihatmu dari luar, kau serius dengan benda itu sendirian” jawab Hyun Chul sembari menunjuk kanvas dihadapan Ha Neul. Ia melangkah masuk mendekati lukisan Ha Neul.

“Kau belum menjawabku. Apa kau tidak bosan selalu berkutat dengan ini?”

 

“Tentu saja tidak. Sebuah hobi tidak akan membuat kita bosan, bukan begitu?”

“Hmm…” gumam Hyun Chul sembari mengangguk. “Sepertinya cukup menarik melihat seseorang melukis” Hyun Chul kini memperhatikan Ha Neul yang dengan lincahnya menggerakkan kuasnya menggores kain kanvas.

“Ehm, kau mulai tertarik dengan lukisan ya?… kau akan menjadi mencintainya jika kau mengenal betapa indahnya sebuah lukisan” tutur Ha Neul dengan senyum dibibirnya.

 

“Begitukah?… Ha Neul-ssi, apa aku bisa membantu sesuatu agar aku bisa melihat caramu melukis?” Ha Neul berfikir sejenak menjawab tawaran Hyun Chul.

“Kau bisa meminjamkan tubuhmu…”

“Mwo??” Hyun Chul membulatkan mata, kaget mendengar ucapan Ha Neul.

 

“Ma… maksudku, kau bisa membantuku untuk menjadi objek lukisanku. Aku belum pernah menjadikan seorang manusia sebagai objek lukisku” Ha Neul galagapan menjelaskan maksud ucapannya. “Kau… hanya perlu berada didepanku selama aku membuat lukisan” tambahnya.

“Ohh… baiklah! aku siap jadi objek lukismu kapan saja” kata Hyun Chul sembari tersenyum. Ha Neul ikut tersenyum senang.

“Gomawo”

“Cheon… hmm, sepertinya mereka sedang menungguku” Hyun Chul menunjuk keluar jendela, disana tampak beberapa orang namja sedang memainkan bola basket. “Kau lanjutkan melukisnya ya, hubungi aku jika kau siap melukisku” seru Hyun Chul sembari berjalan keluar ruangan.

 

Tepat saat hyun Chul keluar, seorang namja tinggi tampak memasuki kelas melukis.

“Ha Neul-ya, siapa dia??” tanya namja yang berjalan mendekati Ha Neul itu dengan ekspresi tidak suka.

“Dia chingu baruku, oppa… namanya Park Hyun Chul, orangnya baik dan ramah” Ha Neul menjawabnya dengan penuh senyum. Sedangkan namja yang tak lain adalah Changmin itu hanya mengangguk, namun wajahnya memperlihatkan ekspresi lain.

 

“Oya, oppa mencariku…?”

“Ne, mianhae, siang ini aku ada urusan penting. Kau bisa pulang sendiri kan?” kata Changmin yang tampak menyesal.

“Ne, oppa, gwenchana… oppa kan bukan supir pribadiku. Aku bisa pulang naik bus” jawab Ha Neul yang sebenarnya juga tampak sedikit kecewa mendengarnya.

 

 

———

 

 

Myung Ah tampak duduk sendiri disalah satu meja kantin YungJang University. Tangan kirinya bertengger diatas meja, menopang dagunya. Sedangkan tangan kanannya sibuk membolak-balik tempura udang dengan sumpit tanpa berniat memasukkannya dalam mulut. Matanya menyapu kosong keseluruh penjuru kantin. Lamunannya terbang entah kemana.

 

Tepukan pelan dibahunya menyeretnya kembali kedunia nyata. Kepalanya mendongan menoleh kekiri dimana seorang namja tampan tengah menatapnya dengan senyuman.

“Myungie, kau tampak melamun” ucap namja itu sembari menyeret kursi kosong di samping kiri Myung Ah.

“Ah, aniya Junho-ssi… hanya saja tidak ada yang mengajakku bicara disini, jadi sedikit bosan” jawab Myung Ah sambil meletakkan sumpit yang sedari tadi dipakainya memainkan tempura udang.

 

“Memangnya kemana 2 temanmu itu??” tanya Junho, tangan kanannya mengarah mengambil tempura udang dihadapan Myung Ah dan segera memasukkannya dalam mulut.

“Mereka pergi melihat pertandingan basket antar fakultas” ucap Myung Ah lalu mendesah pelan. Ya, selain kedua orang chingudelnya, hanya Junho-lah orang yang terbilang sering mengobrol dengan Myung Ah. Ia sendiri kadang menyesali nasibnya sebagai putri seorang pengusaha besar. Tak banyak orang yang terang-terangan berani menyapanya.

 

“Kau… tidak memesan makanan??” tanya Myung Ah menyadari Junho memandanginya, membuatnya sedikit risih.

“Tidak. Aku hanya ingin duduk disini menghilangkan kebosananmu”  jawabnya dengan senyum manis yang berhasil membuat Myung Ah tertunduk menyembunyikan semu merah dipipinya.

 

“Hmm, Myungie… apa aku boleh tanya sesuatu??” mendengar pertanyaan Junho, Myung Ah kembali mengangkat wajahnya lalu mengangguk.

“Aku mendengar pembicaraanmu dengan Joon ssi tempo hari. Apa kau benar-benar mengatakannya dari dalam hatimu??” pertanyaan Junho kali ini membuat kening Myung Ah berkerut. Perkataan yang mana yang dia maksud?

“Maksudku, kau bilang kau tidak akan pernah jadi yeojachinguku, apa kau sungguh-sungguh mengatakan itu??” tambah Junho.

 

“Ah, itu… itu, aku…” Myung Ah terbata, ia bingung harus mengatakan apa. Ia takut Junho akan menghindarinya jika perkataannya menyinggung perasaan namja itu.

“Apa kau tau, Myungie? aku berharap kalimatmu itu hanya sebuah candaan. Karena aku mengharapkan sebaliknya”

Deg!… Myung Ah membatu mendengar ucapan Junho. Perasaannya campur aduk. Teman yang dianggapnya sahabat ternyata mengharapkan lebih darinya.

 

Myung Ah masih belum tahu apa yang harus dikatakannya, dan kini seseorang datang menghentikan pembicaraan mereka.

“Lee Junho, Pak Kim mencarimu” ucap namja itu sambil lalu.

“Ne. Gomawo” sahut Junho lalu berdiri.

“Mianhae Myungie, mungkin seharusnya aku tidak mengatakan itu. Aku harus pergi, annyeong” Junho beranjak dari tempatnya, keluar kantin sambil melambaikan tangannya pada Myung Ah yang kembali sibuk memainkan sumpitnya.

 

Tak berapa lama, seseorang kembali mengagetkannya.

“Ya! kau kenapa?? memikirkanku??” kata namja yang langsung mengambil tempat didepan Myung Ah itu.

“Ya! Lee Joon! kau hampir membuatku jantungan” bentak Myung Ah. Joon hanya tertawa melihat Myung Ah sedikit emosi.

“Mianhae… oya Myungie, sebenarnya aku mencarimu karena ingin minta maaf padamu” Myung Ah sontak mengangkat wajahnya menatap Joon saat mendengar perkataannya.

 

“Mwo?? minta maaf??” tanya Myung Ah tak percaya. Apa namja ini tersambar petir? selama ini ia tidak sekalipun berniat meminta maaf padanya walau sudah hampir setiap saat membuat Myung Ah kesal. Dan lagi, senyum manis diwajahnya itu, baru kali ini Myung Ah melihatnya setelah hampir setahun Joon melemparkan senyum sinis padanya.

 

“Ne, aku minta maaf karena selama ini aku membuatmu kesal” ucap Joon masih dengan senyum manisnya. “Aku ingin kita menjadi teman, ottoke??” Joon mengulurkan tangan kanannya, berharap Myung Ah menyambut niat baiknya.

“Mwo?? teman??”

“Ne! kita berteman” Joon mengulangi kalimatnya. Myung Ah yang tak kunjung menyambut jabat tangannya membuat Joon mendesah pelan, “Hmm, aku anggap diammu sebagai jawaban iya” ucapnya, lalu berdiri dari duduknya.

“Aku harus pergi sekarang. Annyeong, Myungie jagiya…” Joon mencium pipi kiri Myung Ah kilat, lalu dengan cepat berlari keluar kantin. Membuat Myung Ah sekali lagi membatu.

 

“Aish, seenaknya saja dia mencium pipiku!” ujar Myung Ah geram sembari mengusap-usap pipi kirinya. Lalu dengan kasar menyambar tasnya dan beranjak meninggalkan kantin menuju tempat parkr. Gadis itu ingin segera pulang, tidak peduli masih ada satu mata kuliah yang harus diikutinya.

 

Sesampainya dirumah, Myung Ah langsung masuk kedalam kamarnya dan melemparkan tubuhnya diatas tempat tidur. Ada Nona Shin yang sedang membersihkan kamarnya disana.

“Nona Myung Ah, wae??” tanyanya khawatir.

“Nona Shin, aku berhadapan dengan 2 namja bodoh! dan kini aku merasa jadi yeoja bodoh diantara mereka!” keluh Myung Ah sembari memejamkan mata.

 

 

———

 

 

Jeprett… jeprett…

Seorang namja tampan tampak sedang serius mengambil beberapa gambar lahan kosong dan gedung bertingkat didekatnya dengan sebuah kamera digital miliknya. Namja yang tak lain adalah Jaejoong itu kini tengah berdiri ditepian sebuah lahan lapang dengan rumput hijau membentang. Beberapa anak kecil terlihat bermain bersama teman mereka disana. Diseberang tempat itu berdiri beberapa gedung perkantoran yang hampir menyentuh langit.

 

Sejenak Jaejoong menghentikan kegiatannya dan sibuk dengan sesuatu didalam kepalanya. Lalu kembali mengambil gambar disekitar tempat itu. Lebih tepatnya, Jaejoong kini sedang mengambil gambar sebuah gedung perkantoran yang merupakan milik keluarga Choi sembari mengamatinya. Apa yang sebenarnya direncanakannya, itu hanya ada dalam otaknya.

 

Setelah merasa cukup dengan beberapa gambar yang diambilnya, Jaejoong berbalik menuju tempat dimana mobilnya telah terparkir. Namun niat tersebut diurungkannya saat sudut matanya menangkap bayangan sosok yeoja dengan rambut hitam melewati bahu yang berdiri tak jauh darinya. Pandangan yeoja itu lurus kedepan, tampak serius mengamati sesuatu. Jaejoong tersenyum tipis sebelum akhirnya memutuskan menghampiri yeoja yang pernah bertemu dengannya itu.

 

“Annyeong Sung Rin-ssi…” sapanya dengan memasang senyum manis dibibirnya. Yeoja yang dipanggilnya Sung Rin itu tampak tersentak dan buru-buru berbalik menatap orang yang memanggilnya.

“Ah, annyeong” Sung Rin membalas dengan senyuman. Setelah beberapa detik mengamati namja yang kini berdiri dihadapannya Sung Rin kembali tersenyum lebar “Kau…”

 

“Kim Jaejoong imnida, kita bertemu di minimarket waktu itu” Jaejoong mengulurkan tangan kanannya.

“Ne, aku ingat” Sung Rin balas menjabat tangan Jaejoong.

“Mian, waktu itu aku lancang mengangkat panggilan di ponselmu, bahkan hampir membuatmu marah” ucap Jaejoong setelah melepas jabat tangan mereka. Sung Rin tersenyum.

“Gwenchana…”

 

“Kau… sedang apa disini??” tanya Sung Rin ingin tahu.

“Hmm, aku sedang mengambil beberapa foto untuk inspirasi” jawab Jaejoong yang berhasil membuat Sung Rin mengerutkan keningnya. Melihat itu Jaejoong buru-buru menambahi “Aku seorang arsitek, aku sedang mencari inspirasi untuk proyek baruku, sekaligus menyalurkan hobi fotografi-ku”

“Fotografi? hebat!” ucap Sung Rin kagum.

 

“Lalu, kau…”

“Aku??… aku hanya senang berada ditempat ini” jawab Sung Rin. Ia tampak sedikit kaku menyadari Jaejoong kini menatapnya.

“Kau sering ketempat ini??”

“Tidak juga, aku baru beberapa hari di Seoul, dan aku baru 2 kali ketempat ini” sahut Sung Rin.

“Ternyata kau baru disini. Hmm, ada banyak tempat menarik di Seoul, kau perlu mengunjunginya lain waktu”

“Jinjja??” tanya Sung Rin yang dijawab anggukan Jaejoong. “hmm, sepertinya aku perlu mempertimbangkannya”

 

“Sung Rin-ssi, kita harus kembali ke kantor sekarang!” teriak seorang namja yang berdiri disamping sebuah mobil dengan lampu berwarna merah dan biru diatasnya. Mobil itu berjarak sekitar 20 meter dari tempat Sung Rin berdiri, tak salah jika namja berwajah tegas itu harus berteriak memanggil Sung Rin.

 

Merasa dipanggil Sung Rin pun menoleh kearah sumber suara, diikuti pandangan Jaejoong yang juga menoleh kearah orang itu berdiri.

“Kau… seorang polisi??” tanya Jaejoong tanpa mengalihkan pandangannya dari namja yang masih memperhatikan mereka. Sung Rin tersentak, selama ini setiap ia bertemu seseorang tak ada yang mengira dirinya adalah polisi. Dan kini, hanya karena melihat mobil polisi itu Jaejoong bisa menebak dirinya seorang polisi.

“Mwo??”

“Kau polisi ‘kan??” ulang Jaejoong.

Sung Rin tampak sedikit berfikir sebelum menjawab, “Ne!”

 

“Jaejoong-ssi, aku harus pergi sekarang. Annyeong!” ucap Sung Rin sembari sedikit membungkuk lalu berjalan menjauhi Jaejoong.

“Sung Rin-ssi!” panggil Jaejoong yang membuat Sung Rin menghentikan langkahnya, “Kita bisa bertemu lagi?” tambahnya.

“Hmm, kau bisa menemuiku dikantor jika kau mau.” jawab Sung Rin asal, lalu kembali melanjutkan jalannya.

 

“Siapa dia??” pertanyaan itu yang didapat Sung Rin saat sampai didepan mobil polisinya. Tatapan tajam namja itu tampak sedikit menakutkan bagi Sung Rin.

“Dia hanya seorang teman, Seung Hyun-ssi” jawab Sung Rin sembari membuka pintu mobil. “Tenang saja! aku tidak akan mengatakan apapun tentang kelompok kita pada orang lain” tambahnya.

 

 

Sementara itu, dilobi kantor kepolisian Seoul, seorang namja dengan setelan jas hitam dan kacamata tipis bertengget dihidungnya, tampak masuk dengan membawa sebuah kotak kecil berbentuk persegi panjang dengan sebuah pita berwarna pink melilitnya. Langkahnya terhenti didepan sebuah meja pusat informasi.

“Permisi! apa saya bisa menitipkan kado ini untuk Nona Lee Yoo Won?” tanya namja itu pada seorang yeoja yang duduk dibelakang meja tersebut.

 

“Tentu saja. Silahkan anda meninggalkan nama dan nomor yang bisa dihubungi” sahut yeoja itu sembari menyodorkan sebuah buku tamu padanya.

“Tidak perlu! anda cukup bilang padanya, ini dari penggemar rahasianya!” kata namja itu tersenyum manis.

“Hmm, arraseo!”

“Gamsamda!” namja itupun berlalu kembali menuju pintu keluar sembari melepas kacamata tipisnya dan memasang kacamata hitam sebagai gantinya. Sebuah senyum devil bertengger disudut bibirnya.

 

Selang beberapa menit, Yoo Won dan Donghae tampak baru keluar dari salah satu lift dalam gedung bertingkat yang merupakan kantor pusat kepolisian Seoul itu. Mereka akan melaksanakan tugas yang diberikan Jungsoo padanya. Selain menjalankan tugas utama untuk menyelidiki Golden Wizard, mereka juga melaksanakan tugas sama seperti polisi yang lain, menangkap penjahat-penjahat kecil atau berpatroli untuk mengawasi keamanan kota.

 

Langkah Yoo Won terhenti saat seseorang memanggilnya, “Yoo Won-ssi! ada titipan untuk anda” seru yeoja itu sembari meletakkan kotak persegipanjang dengan pita pink diatas meja.

“Dari siapa??”

“Dia bilang penggemar rahasia anda” mendengar itu Yoo Won terbelalak kaget. Penggemar rahasia??…

Namun beberapa detik berikutnya ia tersenyum seraya mengambil kotak berhias manis itu. “Gamsahamnida”

 

“Wah, penggemar rahasiamu nekat juga, sampai harus mengantarkan kado ke kantor,” goda Donghae sembari melirik kotak kecil ditangan Yoo Won.

“Begitukah?” sambil berjalan keluar Yoo Won masih belum melepas tatapan bola matanya dari kotak kecil yang dipegangnya. Baru kali ini dirinya mendapatkan kado dari seseorang yang tidak dikenal, bahkan saat ini tidak ada sesuatu yang special yang mewajarkan dirinya menerima kado itu.

 

Menyadari kejanggalan itu, Yoo Won berhenti melangkah tepat saat Donghae hampir memasuki mobilnya. Perlahan dibukanya pita pink yang melilit kotak kecil itu. Matanya membulat sesaat setelah membuka kotak itu. Donghae yang memperhatikannya, mengurungkan niatnya untuk masuk kedalam mobil dan memilih mendekati Yoo Won yang masih terpaku dengan isi kotak itu.

 

“Yoo Won-ssi, waeyo??” Yoo Won tidak menjawab, ia hanya menyodorkan kotak yang terbuka itu pada Donghae. Sebuah bunga mawar berwarna hitam tergeletak didalamnya. Pada ujung tangkainya melekat selembar kertas berwarna hitam dengan tinta emas tergores diatasnya. Donghae mengulurkan tangan mengambilnya. Kini ia tahu siapa yang mengirimkan ini untuk Yoo Won. Bukan, tidak hanya untuk gadis itu, tapi untuk polisi Seoul.

 

   kalian merindukan kami?

 

   kami akan datang diatas ombak samudra

   dibawah nama cinta yang merah…

 

   atau…

   kami akan mengambil cinta itu saat bulan purnama tiba…

 

   ~Golden Wizard~

 

Donghae memandang Yoo Won yang kini juga menatapnya. Tanpa melontarkan kata-kata Yoo Won berlari masuk kedalam gedung dan dengan cepat menuju meja informasi.

“Siapa yang mengirimkan kado itu untukku??” tanyanya dengan tidak sabar pada yeoja yang tadi menyerahkan kotak itu padanya.

“Maaf, Yoo Won-ssi, dia tidak bersedia menyebutkan namanya” jawabnya.

“Kenapa kau tidak memaksanya menyebutkan namanya?? siapa dia??” kali ini Yoo Won bertanya dengan berteriak. Yeoja itu tidak menjawab, ia hanya menatap Yoo Won takut.

 

“Aishh, sial!!” umpat Yoo Won sembari memutar tubuhnya menghadap pintu. Disana tampak Donghae yang baru masuk diikuti Seung Hyun dan Sung Rin dibelakangnya.

 

“Serahkan tugas kalian pada yang lain! kita bicarakan ini dengan Jungsoo hyung sekarang!” putus Seung Hyun saat melewati Yoo Won tanpa menghentikan langkahnya. Donghae sudah memberitahunya dan Sung Rin tentang surat kaleng yang baru saja diterima Yoo Won dari kelompok pencuri itu saat mereka baru saja kembali dari tugas patroli mereka.

 

 

“Diatas ombak samudra, sudah pasti itu saat berlayar diatas kapal pesiar Maria Cruise, ditengah samudra” kata Jungsoo yang masih memperhatikan kertas ditangannya.

“Lalu, apa yang dimaksud cinta yang merah itu adalah permata Red of Heart??” tebak Sung Rin. Jungsoo hanya mengangguk.

 

“Jadi tebakanmu benar hyung, mereka akan mencuri Red of Heart diatas kapal pesiar Maria Cruise” kata Donghae setelah Jungsoo membaca tulisan dalam lembaran kertas hitam itu dan meletakkannya diatas meja. “Sepertinya kita harus berterima kasih pada perusahaan Choi yang berhasil memancing aksi mereka” tambahnya.

 

“Berterima kasih karena akan membahayakan tamu pesta itu dan menambah kerepotan kita??” sahut Seung Hyun. Semua mata kini tertuju padanya. “Saat ini kita harus berpikir sebagai pencuri, bukan hanya sebagai polisi” lanjutnya.

“Maksudmu??” tanya Sung Rin dan Yoo Won bersamaan.

 

“Kita harus memikirkan bagaimana cara mereka masuk dalam kapal mewah itu. Kita juga harus mempertimbangkan kemungkinan mereka kabur sebelum kita menemukan mereka” jelas Seung Hyun. Perkataannya kini berhasil mengajak keempat partnernya ikut memeras otak. Ia benar, untuk menangkap kelompok pencuri seperti Golden Wizard, mereka juga harus berfikir sebagai pencuri ulung.

 

Saat mereka masih sibuk dengan pemikiran masing-masing, Sung Rin menyela sembari meraih kertas hitam diatas meja. “Bukankah mereka menulis ‘saat bulan purnama’??… apa acara pesta itu tepat saat bulan purnama??”

“Aku rasa tidak” sahut Donghae.

“Bukankah bulan purnama itu besok malam??” timpal Yoo Won. Mendengar jawaban itu Jungsoo tersentak.

“Aish, mereka merencanakan untuk mengambilnya lebih awal” ujar Jungsoo sembari berdiri dari duduknya.

 

 

———

 

 

Sung Rin duduk dihadapan laptop putih kesayangannya. Matanya sibuk mencari-cari data kasus pencurian dan perampokan didalam file yang diberikan Jungsoo padanya. Seperti kata Seung Hyun, dia ingin menyelesaikan kasus Golden Wizard ini, karenanya dia juga harus berfikir sebagai seorang pencuri dengan mempelajari berbagai macam kasus perampokan baik yang dilakukan oleh Golden Wizard ataupun penjahat lain.

Tak puas dengan file-file itu, Sung Rin memutuskan untuk menjelajahi dunia maya, berharap mendapatkan info yang cukup membantu.

 

Tangan kirinya mengarah meraih kaleng softdrink disampingnya tanpa mengalihkan perhatiannya. Sesaat kemudian, matanya membelalak kaget. Hampir saja ia tersedak kalau tidak segera menghentikan kegiatan minumnya. Sebuah artikel menimbulkan pertanyaan baru dalam benaknya.

 

‘Puluhan senjata import yang baru saja diturunkan dari kapal barang telah dicuri. Sebuah koper penuh uang ditemukan ditempat kejadian. Dugaan sementara menyebutkan pelakunya adalah Golden Wizard. Namun belum ada bukti yang menguatkan dugaan tersebut.’

 

“Aigo~ baik hati sekali… meninggalkan sekoper uang sebagai ganti senjata yang dicuri,” ucap Sung Rin setelah membaca hedline berita tersebut, sebelum sesuatu menyadarkannya, “Ya! kenapa aku malah memuji pencuri??” runtuknya sembari memukul dahinya.

 

“Nuna, kau belum tidur??” tanya Hyun Chul yang baru keluar dari kamarnya.

“Hmm, aku sedang membaca artikel2 Golden Wizard…” mendengar jawaban itu membuat Hyun Chul tertarik dan ikut membaca halaman web yang sedang dibuka Sung Rin.

“Mwoo???… mana ada pencuri seperti itu?? apa dia kelebihan uang?? kalau iya, kenapa masih mencuri?? pencuri aneh!!” komentar Hyun Chul panjang lebar.

 

“Hmm, memang aneh… tapi Hyun Chul-a, bagaimana kalau ucapanmu benar?? mereka tidak mengincar uang” Sung Rin balas berkomentar. Kalimatnya tampak mengada-ada, tapi ia serius mengucapkannya.

“Ya! lalu untuk apa mereka mencuri senjata2 mahal dan canggih kalau bukan untuk dijual dan menghasilkan uang??” Hyun Chul tak mau kalah. Sung Rin terdiam sejenak.

“Molla… tapi kalau mereka berniat mengincar uang, kenapa harus mengganti senjata itu dengan uang juga?? seakan mereka membeli senjata2 itu” pandangan Sung Rin menerawang menatap langit-langit, memikirkan ucapannya sendiri.

 

 

Sementara itu, didalam basement dirumah keluarga Kim, Jaejoong, Changmin dan Joon tampak mempersiapkan perlengkapan beraksi mereka. Dengan kemeja putih dan jas hitam tanpa lengan yang membalut tubuh mereka, serta sebuah jubah hitam pendek menggantung dipunggung mereka.

“Ini untukmu!” Changmin menyerahkan sebuah senjata api pada Joon. Senjata api laras pendek, atau pistol, yang sudah dimodifikasi oleh Changmin. Bentuknya memang tidak ada yang berubah, tapi Changmin menyesuaikannya dengan Joon yang sering bertindak ceroboh.

 

Joon menerimanya, membolak-balik, memperhatikannya sejenak. “Sama saja dengan yang lain,” komentarnya.

“Ya, karena aku memang tidak terlalu banyak melakukan perubahan. Aku hanya mengganti pelurunya. Pelurunya ‘hanya’ mampu menembus tubuh manusia sedalam 1,5 cm, dari jarak berapapun kau menembakkannya. Tapi tetap saja kau tidak boleh menggunakannya kalau tidak dalam keadaan yang benar-benar berbahaya!” jelas Changmin panjang lebar. Joon mengangguk mengerti.

 

“Lalu senjata penghancur yang kau ciptakan bulan lalu…??”

“Jangan berharap aku membiarkanmu menggunakannya!” selah Changmin dengan tegas. Memang dalam aturan mainnya, mereka tidak diperbolehkan melukai orang lain, bahkan sampai membunuh. Dengan begitu mereka harus menggunakan akal licik mereka untuk kabur.

 

Changmin kembali memberikan sebuah benda kecil berwarna hitam pada Joon, juga pada Jaejoong.

“Ini alat komunikasi kita yang baru. Aku membuatnya lebih kecil. Seperti sebelumnya, kalian cukup memakainya ditelinga. Aku telah memperpanjang frekwensi gelombangnya, jadi kita bisa saling menghubungi walau kita terpisah diseluruh Korea sekalipun.” terang Changmin, lalu memasang benda sejenis Bluetooth itu ditelinganya.

 

Tak ada penyamaran yang berarti dalam ‘seragam’ mereka. Mereka hanya menutupi wajah tampan mereka dengan sebuah kacamata hitam yang bertengger diatas hidungnya. Selain untuk sedikit menutupi wajah mereka, kacamata hitam ciptaan Changmin itu juga bisa menunjukkan peta suatu lokasi bahkan seluruh Korea, karena Changmin sudah menanamkan system GPS dalam benda penutup mata tersebut. Hanya perlu menekan sebuah tombol dibagian samping kanan untuk mengaktifkannya.

 

Setelah siap mereka segera keluar dan menuju mobil hitam milik Jaejoong yang akan mengantarkan mereka pada target. Tak lama kemudian mobil hitam itu berhenti tak jauh dari sebuah gedung bertingkat, bangunan tinggi yang diawasinya beberapa hari lalu. Jaejoong memarkir mobilnya disebuah lahan lapang diseberang gedung itu.

“Changminie, bagaimana security system-nya??” tanya Jaejoong yang telah melepas sabuk pengamannya. Changmin tampak mengutak-atik laptop kecil dipangkuannya.

“Oke! aku sudah mematikan system keamanan bagian depan. Kita punya waktu 7menit untuk menunggu polisi datang!” jawab Changmin lalu memasukkan komputernya dalam tas dan berganti mengeluarkan beberapa peralatan aneh dan senjata dari dalam tasnya.

 

“Let’s do this!!” seru Joon lalu keluar dari mobil berlari kearah gedung diikuti Jaejoong dan Changmin dibelakangnya.

Seperti kata Changmin, keamanan depan sudah tidak berfungsi. Mereka dengan mudah melewati gerbang depan dan hanya perlu bersembunyi dari penjaga yang sedang bersantai di posnya.

“Aku akan masuk lebih dulu dari depan dan kalian masuk lewat samping setelah kuberitahu posisiku!” perintah Jaejoong yang dijawab anggukan mengerti dari Changmin dan Joon.

 

Joon dan Changmin dengan cepat berlari kesamping gedung dan segera mempersiapkan sebuah alat serupa senapan yang berfungsi menembakkan tali untuk membantu mereka memanjat dinding licin gedung itu. Sedangkan Jaejoong, namja tampan itu kini sudah berada dilantai 12. Dengan kemampuan parkour yang dimilikinya, ia mampu mencapai lantai 12 hanya dalam waktu kurang dari 2menit melalui tangga darurat.

 

Jaejoong mengaktifkan GPS dilayar kacamata hitamnya, tampilan peta kota Seoul muncul disana. Namun setelah berada dalam gedung secara otomatis ia bisa melihat tampilan monitor kamera CCTV yang terpasang dalam gedung tersebut.

“Wah, banyak juga kamera pengintainya” komentarnya sembari terus menekan tombol disamping kiri kacamatanya untuk mengganti tampilan dilayar kecil kacamatanya. Mengira2 dimana letak kamera itu agar bisa menghindarinya. Serta mencari-cari ruangan mana yang harus ia masuki.

 

“Joon, Changmin, kalian masuk sekarang! ke lantai 20!!” seru Jaejoong sambil menekan tombol kecil pada alat komunikasi yang melekat di telinganya.

“Ne, hyung!” jawab suara diseberang sana. Setelah itu Jaejoong dengan cepat kembali menuju tangga darurat. Ia kembali melompat naik dengan pegangan tangga sebagai tumpuan.

 

Sementara diluar, Joon dan Changmin secara bersamaan mengarahkan senjatanya ke jendela lantai 20, dan… wussshhh… jlebb… sebuah pengait baja keluar dari dalam mulut alat tersebut saat mereka menembakkannya dan menancap tepat pada dinding dibawah jendela di lantai 20. Setelah saling pandang dan mengangguk setuju, mereka bersamaan menekan tombol menyerupai pelatuk pistol hingga secara otomatis benda tersebut menarik tubuh mereka naik.

 

“Joon, lakukan tugasmu!!” kata sambutan yang dilontarkan Jaejoong saat bertemu mereka itu segera direspon anggukan oleh Joon. Jaejoong menggiring mereka ke depan sebuah pintu dengan tulisan ‘Direktur’ tergantung disana. Joon mengutak-atik lubang kunci ruangan tersebut dan hanya butuh waktu kurang dari 5detik pintu itu terbuka.

“Dimana??” tanya Joon sembari mengedarkan pandangannya keseluruh ruangan. Changmin segera menuju ke meja dengan papan nama Direktur Choi diatasnya, mencari-cari sesuatu. Begitu juga dengan Jaejoong yang mencari-cari incaran mereka didalam laci.

 

“Apa kalian setuju jika aku mengira mereka menyimpannya disana??” tanya Joon yang membuat Jaejoong dan Changmin menoleh kearahnya. Namja tampan itu menunjuk sebuah kotak Brankas yang berada di sudut ruangan, tersamarkan dengan kotak kayu yang menyelimuti bagian sampingnya.

“Hmm, mungkin saja” sahut Jaejoong. Dan tanpa menunggu perintah lagi, Joon memutar-mutar kunci kombinasi brankas itu sembari menempelkan telinganya pada permukaannya. Dan, beberapa detik berikutnya, klikk!!… suara itu berhasil membuat Joon mengembangkan senyumnya. Dengan yakin ia menarik pintu itu hingga terbuka.

 

Puluhan map folder tersimpan didalamnya. Dengan cepat tangan Joon mengeluarkan folder2 itu agar Jaejoong bisa memeriksa isinya satu persatu.

“Ini dia!” seru Jaejoong sembari membentangkan halaman dalam map folder dihadapannya. Sebuah denah atau lebih tepatnya selembar kertas rancangan kapal pesiar terlipat rapi disana. Rancangan kapal? ya, mereka memang merencanakan pencurian malam itu bukan untuk mengambil permata berharga milik keluarga Choi, melainkan untuk mengambil gambar denah kapal pesiar Maria Cruise yang akan menjadi tempat Red of Heart dipamerkan. Kapal tersebut merupakan satu dari beberapa puluh kapal produksi Choi Company. Ya, selain sebagai perusahaan mobil Perusahaan Choi juga merupakan produsen kapal. Kenapa mereka tidak langsung mengambil permata itu? itu karena saat ini tak seorangpun mengetahui dimana permata tersebut disembunyikan, termasuk Golden Wizard.

 

Jaejoong mengambil kertas tersebut dan membentangkannya. Ia menyingkap lengan kemejanya hingga tampak sebuah jam tangan melingkar dipergelangannya. Jaejoong menekan salah satu tombol dibagian samping jam tangan tersebut yang membuat kaca arloji itu terbuka. Fungsi kedua dari arloji tersebut digunakannya, yaitu sebagai kamera. Gambar dalam kertas rancangan tersebut tertangkap kaca arloji saat Jaejoong membidikkannya. Klik! gambar pun diambil dan Jaejoong kembali melipatnya dan mengembalikannya ke tempat semula. Joon pun segera mengunci kotak brankas itu kembali.

 

“Kita keluar sekarang! bunyikan alarm saat kita sudah sampai atap!” Jaejoong keluar dari ruangan itu diikuti Joon dan Changmin dibelakangnya. Setelah Joon kembali mengunci pintu ruangan itu, ia dan Changmin kembali ke jendela tempat mereka naik, dan kembali melakukan hal yang sama seperti saat awal mereka naik. Dan sasaran mereka adalah atap gedung itu. Sementara Jaejoong kembali melakukan aksinya memanjat tangga darurat.

Tepat saat Jaejoong membuka pintu keluar diatap gedung, security system yang telah di-set oleh Changmin untuk mati sementara kini kembali berfungsi. Alarm pun berbunyi. Dibawah, dua orang penjaga tampak menghubungi polisi setempat.

 

“Mereka datang,” ucap Joon dengan senyum kemenangan disudut bibirnya. Jaejoong dan Changmin tampak hanya tersenyum menanggapinya. Kini mereka duduk ditepi atap gedung itu dengan menggantungkan kakinya diudara. Dari kacamata hitam mereka dengan GPS yang sudah aktif, tampak beberapa mobil polisi mendekati tempat kejadian itu. Dan dari arah belakang gedung terlihat 4 mobil polisi sudah berjarak 300meter dari mereka.

“Mereka sudah dekat. Saat kalian melarikan diri, ingatlah kesepakatan kita!” kata Jaejoong seraya berdiri dari duduknya.

 

-To Be Continue-

3 responses to “[FREELANCE] GOLDEN WIZARD / Part-3

Tinggalkan Balasan ke Hyo hee Batalkan balasan